Want to create interactive content? It’s easy in Genially!

Get started free

KELOMPOK 6_WP

Amanda Pollie

Created on March 1, 2023

Start designing with a free template

Discover more than 1500 professional designs like these:

Halloween Infographic

Halloween List 3D

Magic and Sorcery List

Journey Map

Versus Character

Akihabara Connectors Infographic Mobile

Mobile mockup infographic

Transcript

PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN UNJ

SOEDIJARTO

H.A.R. Tilaar

CONNY R. SENIAWAN

WINARNO SURAKHMAD

Bio Great Character

Kelompok 6

1. Amanda Firda Razak2. ikhlas 3. MUTIA AZIZAH 4. SALWA SALSABILAH

Beberapa pendapat menurutprof.Dr. conny R Semiawan

  • Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, Sistem layanan pendidikan pada usia dini selalu berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan zaman. Artinya, cara yang digunakan orang dalam mendidik pada masa sekarang, dahulu dan akan datang berbeda beda. Hal ini dikarenakan adanya berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan anak, misalnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan arus informasi yang demikian pesat.
  • Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan pendidikan bagi anak pada usia-usia ini adalah belajar sambil bermain. Bagi anak, bermain adalah kegiatan yang serius, namun mengasyikkan. Melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan

H.A.R. TILAAR

PEMIKIRAN

Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar mengabdikan dirinya sebagai pendidik selama 45 tahun tepatnya hingga tahun 1997, saat beliau menjadi guru besar pada Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Selain itu, beliau juga pernah menjadi Dekan Fakultas Pasca Sarjana IKIP sekarang (Universitas Negeri Jakarta) pada tahun 1976-1980. Pendidikan multikultural yang digagaskan oleh Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar berangkat dari keragaman Indonesia sebagai negara multikultural terbesar dan sejalan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan mampu mengakomodir sekian ribu perbedaan dalam sebuah wadah yang harmonis, toleran, dan saling menghargai. Pendidikan multikultural Menurut Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar dipandang sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik.

+NEXT

Menurut beliau, pendidikan merupakan sebuah konsep, ide, atau gagasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan individu kelompok, maupun negara. Nilai-nilai pendidikan multikultural tersebut diantaranya apresiasi terhadap kenyataan pluralitas budaya dalam masyarakat, pengakuan harkat dan martabat sebagai manusia dan hak asasi manusia, pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia, dan pengembangan tanggung jawab manusia terhadap bumi dan alam semesta. Sebagai seorang akademisi, pengamat sekaligus praktisi pendidikan, Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar tentu memiliki banyak gagasan, kritik dan kegelisahan terhadap dunia pendidikan nasional. Seperti pada evaluasi pendidikan Indonesia, Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu momok yang mematikan kreatifitas siswa dan menakutkan. UN seakan sebagai misteri yang pasti akan menimpa seorang peserta didik. Sebagai seorang pakar pendidikan, Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar merupakan figur yang memiliki ide-ide cemerlang mengenai bagaimana caranya mengembangkan sebuah sistem pendidikan yang tidak meninggalkan nilai-nilai budaya lokal keIndonesiaan. Prof. H.A.R Tilaar (begitu beliau disapa) juga melihat proses pendidikan sebagai sebagai proses pembudayaan yang terjadi dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, yang diarahkan menuju terciptanya suatu masyarakat madani global yang berbasis masyarakat madani Indonesia dengan ciri khas kebudayaan nasional Indonesia yang berbhinneka. Untuk itu, Prof. Henry Alexis Rudolf Tilaar dengan terus memperkenalkan pendidikan kritis dalam upaya untuk mengembangkan pendidikan nasional di Indonesia.

Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A

Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. merupakan salah satu tokoh pendidikan yang memperjuangkan kebijakan anggaran pendidikan yang mencapai 20%. Alasan beliau memperjuangkan kebijakan anggaran pendidikan. Menurut beliau untuk mendukung pendidikan yang benar, harus ada anggaran yang besar. Untuk menjalankan proses pendidikan, diperlukan dukungan fasilitas seperti siswa harus diberi buku, adanya lapangan luas untuk bisa berolahraga, lingkungan sekolah yang asri, dan sebagainya. Pemerintah diharapkan mampu berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan di tengah masyarakat yang kurang mampu agar tercapai cita-cita nasional bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A. hanya proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang dapat dipandang bermutu. bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed.

Menurut Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., meskipun sudah berpuluh tahun kebijakan dan praktik pendidikan nasional tak punya arah yang jelas lantaran nihilnya filosofi pendidikan. Praktik pendidikan yang didasarkan pada filosofi yang relevan senantiasa akan dapat memberi pembenaran, arah, tujuan dan makna pada seluruh spektrum kegiatan pendidikan. Bagi Beliau, guru yang punya paradigma filosofis, dapat mengajarkan kebahagiaan yang abadi pada muridnya, karena guru tersebut mampu berpendapat bahwa kebahagiaan adalah hal yang ingin dicapai dari sebuah proses pendidikan. Menurut Prof. Dr. H. Winarno Surakhmad, M.Sc., Ed., pembelajaran dengan landasan epistemologis akan membuka peluang kepada setiap murid untuk mencari, mengeksplorasi, menguji coba atau bereksperimen dan mengembangkan pengetahuannya. Dengan begitu, murid pun akan belajar untuk membongkar relasi yang ada di balik pengetahuan yang sehari-hari dipelajari, sehingga ia tidak pernah memahami pengetahuan sebagai hal yang dogmatis.

Menurut Prof. Dr. H. Soedijarto, M.A., rumusan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional menunjukkan betapa “berkembangnya kemampuan” dan “terbentuknya watak” merupakan fungsi yang harus diemban oleh proses pendidikanProf. Dr. H. Soedijarto, M.A. setuju dengan apa yang UNESCO perkenalkan sebagai tempat pilar belajar, yaitu: Learning to know, Learning to do, Learning to live together, dan Learning to be.